17 July, 2013

Kamu Salah, Aku Benar

5 comments

Ketika kamu tiba-tiba memiliki impuls untuk mengkoreksi seseorang (khususnya orang terdekat), tanya dulu ke diri kamu: apakah karena 1. kamu ingin menjadi 'benar'? atau 2. kamu benar-benar peduli kepadanya?

Kedua motif ini tentunya berbeda. Motif 1 adalah semata-mata ego atau kebanggaan kamu untuk selalu benar. Motif 2 adalah kasih sayang (welas asih) kamu untuk melihatnya menjadi lebih baik lagi. 

Jika benar itu karena soal ego kamu semata untuk merasa paling/selalu benar,, tahan diri kamu! Hubungan kamu jauh lebih berharga daripada ego mu.

Mana yang lebih penting, ego kamu atau keharmonisan hubungan kalian?

Jika benar itu karena tulus kasih sayang kamu untuk melihatnya lebih baik lagi dan koreksi itu memang perlu dilakukan, sampaikanlah dengan cara asertif..

Karena ngomel hanya bikin orang males! Because ngomel just push people away..

Simak ilustrasi dengan 2 skenario penyampaian berikut.
A = kalimat agresif a.k.a ngomel
B = kalimat asertif

*antrian diselak*
A: Woi nj*ng, jangan asal nyerobot dong!
B: Maaf mas, saya sudah mengantre duluan :)

*si cowok lupa jemput pacar karena keasikan main futsal*
A: Alah, bilang aja kamu males kan jemput aku? Ga usah kasih janji kalo gitu. Kamu udah ga sayang lagi sama aku.
B: Aku tau kamu senang olahraga dan aku juga seneng ngeliat kamu punya banyak temen, tapi aku bakal menghargai kalo kamu bisa nepatin janji kamu jemput aku sore tadi *pasang wajah sedih cute bikin ga nahan*

*lagi survey cari rumah baru ceritanya, rutenya masih meraba-raba*
A: Tuh kan kelewatan! Kamu ini gimana sih? Udah dibilangin belok kiri. Jauh lagi deh muternya. Tuh lah ngelamun aja!
B: Wah sayang, kita kelewatan. Ternyata bener belok kiri yang tadi. Kamu ga kecapekan nyetir kan? Yaudah kita muter lagi aja. Berarti lain kali, kita udah tau ya jalannya. :)

*si mama nyuruh anaknya mengurus sesuatu*
A: Gimana lah kamu ini? Kan mama udah bilang caranya itu begini. Masa gitu aja ga becus. Bongak sih!
B: Ya salah ya? Yaudahlah, mau gimana lagi. Mungkin mama juga kurang jelasin dengan jelas. Ntar kita urus sama-sama deh. Kamu bingung yang bagian mana?

Kalo kamu menempatkan diri sebagai lawan bicara di tiap case, apa reaksi kamu untuk setiap skenario kalimat? 
Mana kalimatnya yang lebih enak didenger? ;) 
Mana yang kalimatnya lebih menunjukkan belas kasih dan bakal lebih kamu hargai? :)

Ayam atau Bebek?

Sepasang pengantin baru tengah berjalan bergandengan tangan di sebuah hutan pada suatu malam musim panas yang indah, seusai makan malam. Mereka sedang menikmati kebersamaan yang menakjubkan tatkala mereka mendengar suara di kejauhan: “Kuek! Kuek!”

“Dengar, itu pasti suara ayam”, kata si istri.

“Bukan, bukan. Itu suara bebek, “kata si suami.

“Nggak, aku yakin itu ayam,” si istri bersikeras.

“Mustahil. Suara ayam itu ‘kukuruyuuuuk’, bebek itu ‘kuek kuek'. Itu bebek, sayang “, kata si suami dengan disertai gejala-gejala awal kejengkelan.

“Kuek! kuek!” terdengar lagi.

“Nah, tuh! Itu suara bebek, “ kata si suami.

“Bukan, sayang. Itu ayam. Aku yakin betul,” tanda si istri sembari menghentakkan kaki.

“Dengar ya! Itu a..da..lah.. Be..bek. B-E-B-E-K. Bebek! Ngerti ?” suami berkata dengan gusar.

“Tapi itu ayam”, masih saja si istri bersikeras.

“Itu jelas-jelas bue..bebek, kamu…kamu….” (terdengar lagi suara “Kuek ! Kuek !” sebelum si suami mengatakan sesuatu yang sebaiknya tak dikatakannya.)

Si istri sudah hampir menangis, “Tapi itu ayam…. “

Si suami melihat air mata yang mengambang di pelupuk mata istrinya, dan akhirnya ingat kenapa dia menikahinya. Wajahnya melembut dan katanya dengan mesra, “Maafkan aku, sayang. Kurasa kamu benar. Itu memang suara ayam kok.”

“Terima kasih, sayang, “ kata si istri sambil menggenggam tangan suaminya.

“Kuek! Kuek!”, terdengar lagi suara di hutan, mengiringi mereka berjalan bersama dalam cinta.

Maksud cerita di atas bahwa si suami akhirnya sadar: siapa sih yang peduli itu ayam atau bebek? Yang penting adalah keharmonisan mereka, yang membuat mereka dapat menikmati kebersamaan pada malam indah itu. Berapa banyak hubungan yang hancur hanya gara-gara persoalan sepele? Berapa banyak perceraian terjadi karena hal-hal “ayam atau bebek”?

Ketika kita memahami cerita tersebut, kita akan ingat apa yang menjadi prioritas kita. Pernikahan jauh lebih penting ketimbang mencari siapa yang benar tentang apakah itu ayam atau bebek. Lagi pula, betapa sering kita merasa yakin, amat sangat mantap, mutlak bahwa kita itu benar, namun belakangan ternyata kita salah. Lho, siapa tahu? Mungkin saja itu adalah ayam yang direkayasa genetik sehingga bersuara seperti bebek!

situasi dan tokoh dapat disesuaikan dan diganti: konteks pasangan, orang tua-anak, sesama teman, atau atasan-bawahan

***

Apakah kamu suka ngomel? Apa rasanya mendengarkan orang ngomel dan berkomunikasi agresif? Pernahkah kamu ribut ga karuan sampai lupa apa yang diributin? Sampai kamu sadari kalo siapa yang benar itu ga penting, lebih penting hubungan yang dibangun.

Share cerita kamu di bagian komen ya :)
Dan jika kamu suka tulisan ini, bantu share ya ;)

Sumber:
Kisah Ayam atau Bebek diambil dari buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya #1 by Ajahn Brahm
Penggalan twit @keisavourie
http://indrawakaf.blogspot.com/2011/01/komunikasi-asertif.html

5 comments:

  1. Salut....tidak semua orang bisa sejauh itu dalam berpikir. L)

    ReplyDelete
  2. maksih yaa mba fanny..artikelnya inspiratif bwt hbungan gw kdepan :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah.. Semoga hubungannya makin membahagiakan ya ;)
      Senang bisa membantu :D

      Delete